Pemuda…seringkali diliputi oleh ego yang menyala-nyala. Baru saja ane ingin meluapkan emosi karena sikap teman yang dirasa kurang menyenangkan. Rasanya pengen bejek-bejek juga tu orang! Seenaknya…udh sering banget tuh….tapi eits tunggu dulu….
Ane serasa diingatkan oleh pesan Rosululloh untuk tidak membuat keputusan disaat marah. Benar saja, setelah diam dan menetralkan emosi sejenak, akhirnya bisa menentukan sikap dengan lebih tenang.
Setelah berfikir secara proporsional, mencoba menempatkan diri di posisi temanku tadi, akhinya ane bisa maklum dan berhusnudzon juga. Alhamdulillah…dari situasi ini, perasaan marah yang sebelumnya hendak memuncak dirasa sudah tidak penting lagi. Coba tadi kalau lepas kendali, bakal menimbulkan sesuatu yang negatif tampaknya.
Disinilah keuntungannya, menetralkan emosi...baru mengambil keputusan...hasilnya akan lebih baik.
Dari peristiwa ini ane jadi tertarik neh, mengulas kajian tentang marah. Baik dari segi medis dan dari sudut pandang keagamaan. Bismillah...
Kata orang justru kalau gak marah, bakalan penyakitan...nah lo???
Selain menjaga kesehatan fisik, kesehatan emosional idealnya juga dipelihara. Salah satu caranya adalah dengan meluapkan kemarahan sesekali. Ketimbang dipendam saja, sebaiknya emosi yang tertahan dibiarkan merembes keluar agar tidak terjadi ledakan.
Para ilmuwan menemukan bahwa meluapkan kemarahan bisa meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang berkaitan dengan rasa bahagia. Dalam penelitian yang dilakukan para ahli dari Spanyol diketahui bahwa belahan otak sebelah kiri (hemisfer) lebih terstimulasi saat seseorang sedang marah.
Dr Neus Herrero dari University of Valencia, Spanyol, yang mengetuai penelitian ini, mengatakan, bagian frontalis kiri otak berkaitan dengan emosi yang positif, sedangkan di bagian kanan berhubungan dengan emosi negatif. "Perubahan aktivitas otak juga terjadi, terutama di bagian frontalis dan lobus temporalis," katanya.
Belahan otak terbagi menjadi empat lobus, yang mengendalikan berbagai aktivitas berbeda. Lobus frontalis (di belakang dahi) pada masing-masing belahan mengatur aktivitas seperti berbicara dan berpikir abstrak.
Sementara itu, lobus temporalis yaitu bagian yang membantu kita bisa mendengar dan mengartikan bunyi serta bertanggung jawab atas memori.
Marah juga memiliki manfaat positif lain, yakni memicu perubahan dalam tubuh yang berfungsi mengontrol kerja jantung dan hormon. Dari hasil pemeriksaan kepada 30 responden diketahui, saat marah terjadi penurunan hormon kortisol dan peningkatan level testosteron.
Akan tetapi, Herro mengingatkan efek negatif dari marah, yakni naiknya tekanan darah. Karena itu, marah akan menjadi luapan emosi yang wajar ketika kita berhasil meluapkannya sesuai dengan porsinya.
Marah itu ada baiknya diluapkan secara proporsional (sesuai takaran), bila dipendam tanpa penyelesaian yang baik justru akan menggangu kesehatan.
Marah dari sudut pandang agama
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Ta’ala.
Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia berbeda-beda dalam tingkat gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang stabil.
- Kurang marah adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah.
- Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu kesadaran, fikiran dan inisiatif.
- Marah yang stabil adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama untuk melampiaskan kemarahan.
Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang sebab-sebab marah. Diantara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai keberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.
Marah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan.Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah subhanahu wata'ala, seperti marah karena Allah terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Jadi marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun.
Marah yang diperbolehkan adalah marah yang bukan pada maksiat kepada Allah subhanahu wata'ala sebagaimana firman-Nya:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ْالأُمُوْرِ
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat”. [QS. As Syura’:43]
Dahulu ada juga seorang lelaki yang datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thobrani, Shohih)
Marah yang positif adalah marah yang bertujuan untuk menegakan kebenaran, masih melibatkan akal, isyarat agama serta dilakukan secara santun.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh juga mengatakan, “Bukanlah maksud beliau adalah melarang memiliki rasa marah. Karena rasa marah itu bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi maksudnya ialah kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik. Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam. Oleh sebab itulah anda bisa melihat kalau orang sedang marah maka kedua matanya pun menjadi merah dan urat lehernya menonjol dan menegang. Bahkan terkadang rambutnya ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Dan berbagai hal lain yang tidak terpuji timbul di belakangnya. Sehingga terkadang pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ وَإِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اْلغَضَبِ
“Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah”. [HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad juz 2 hal 236 shahih Al Adab 989]
Islam bukannya melarang rasa marah, karena memang manusiawi. Tapi islam mengajarkan untuk menguasai diri ketika marah, supaya tidak menimbulkan dampak yang tidak baik.
Tips Menanggulangi Kemarahan
Syaikh Wahiid Baali hafizhohulloh menyebutkan beberapa tips untuk menanggulangi marah. Diantaranya ialah:
Membaca ta’awudz yaitu, “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”.
- Mengingat besarnya pahala orang yang bisa menahan luapan marahnya.
- Mengambil sikap diam, tidak berbicara.
- Duduk atau berbaring.
- Memikirkan betapa jelek penampilannya apabila sedang dalam keadaan marah.
- Mengingat agungnya balasan bagi orang yang mau memaafkan kesalahan orang yang bodoh.
- Meninggalkan berbagai bentuk celaan, makian, tuduhan, laknat dan cercaan karena itu semua termasuk perangai orang-orang bodoh.
Refferensi :