Akses teknologi informasi, misalnya internet, kerap kali sulit diperoleh di daerah pedesaan apalagi di daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan alat transportasi. Salah satu alasan utamanya adalah investasi yang terlalu mahal (tak terjangkau) dengan teknologi terdahulu seperti DSL (digital subcriber line) dengan kabelnya (wireline) atau teknologi wireless lainnya yang coverage area-nya sempit/terbatas. Dengan adanya teknologi WiMAX, kini saatnya teknologi informasi yang mudah dan murah segera bisa dinikmati masyarakat pedesaan yang dengannya diharapkan kemajuan desa segera bisa disongsong.
Bisa jadi tulisan ini terlalu optimistik terhadap WiMAX, namun kira-kira demikianlah penulis berharap. Setidaknya ini mungkin bisa menjadi salah satu alternatif untuk menyejahterakan dan memajukan masyarakat desa. Dapat kita bayangkan, seandainya jaringan wireless sampai ke pedesaan dengan harga murah, maka akan sangat membantu para petani. Mereka bisa mengecek cuaca dan menentukan masa tanam, mendapat informasi harga beli dan harga jual hasil panen, mempelajari penanaman tanaman baru dan pengelolaan yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian republik.Bahkan mungkin juga akses wireless ini bisa memperbaiki kualitas sekolah-sekolah di daerah terpencil dan lebih khusus lagi adalah komunikasi dengan dunia cyber tanpa putusnya saat orang kota berlibur ke desa. Kesuksesan akses internet ke pedesaan, terutama daerah wisata, bisa jadi akan menumbuhkan bisnis baru di daerah rural ini.
Mengapa WiMAX?
WiMAX (worldwide interoperability for microwave access, IEEE.802.16) dikembangkan secara khusus dari teknologi OFDM (orthogonal frequency division multiplexing) untuk mencapai coverage area yang luas (beberapa mil/sekitar 50-an kilometer) dengan kecepatan tinggi (sekitar 72 Mbps wireless) dan tambahan multiple access (lihat IEEE.802.16e: OFDMA access method) yang mungkin bisa diaplikasikan untuk sistem komunikasi selluler masa depan. Tambahan multiple access ini dengan performansi yang baik bisa jadi akan menjadi kompetitor baru bagi jaringan telepon seluler yang sudah ada.
Teknologi pendahulunya, yaitu WiFi (IEEE.802.11) yang sekarang masih kita pakai di laboratorium, kampus, airport, ruang konferensi sampai coffee shop dan supermarket, hanya mampu menjangkau 20-100 meter dengan kecepatan beberapa puluh Mbps. Karena itulah WiMAX lebih menjanjikan untuk memperluas jaringan murah di pedesaan dibandingkan pembangunan infrastruktur dengan kabel yang cukup mahal. Mungkin inilah yang mendasari komentar para pakar WiMAX internasional, bahwa teknologi WiMAX adalah vital dan sangat cocok (baca: murah) untuk diaplikasikan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dimana biaya investasi fixed communication masih tinggi.
OFDM dalam WiMAX
OFDM bukanlah barang baru karena sebenarnya sudah ramai diteliti sejak tahun 60-an meskipun baru booming setelah dipicu dengan penemuan FFT (Fast Fourier Transform) sekitar tahun 70-an. OFDM juga terkenal karena diaplikasikan dalam DSL, cable modem, WiFi, Televisi Digital dan WiMAX itu sendiri. OFDM mampu melayani data kecepatan tinggi karena efisiensinya yaitu dengan frekuensi overlapping (tumpang tindih) tapi dengan jaminan tidak rusak karena sinyal dalam setiap subcarrier nya didesain untuk memenuhi syarat orthogonal (kecuali ada masalah lain seperti frequency offset karena efek Doppler/pergerakan).
Dengan karakter dasar OFDM di atas, dalam Standard WiMAX, OFDM akan mampu mencapai 72Mbps (data bersih) atau sampai 100Mbps (data plus bit untuk error correction coding) dalam spektrum 20MHz. Artinya, OFDM dalam WiMAX mampu mengirimkan 3.6 bps per Hz. Misalnya kita punya alokasi bandwidth 100MHz, diimplementasikan pada frekuensi 5.8GHz (yaitu misal 5.725-5.825GHz), diperoleh 5 blok band (yaitu 5 x 20MHz = 100MHz), maka kita akan peroleh kapasitas 5×72Mbps = 360Mbps (dengan asumsi seluruh channel ditambahkan dan dengan 1x frequency reuse). Kemudian dengan sektorisasi, maka total kapasitas suatu base station akan mencapai lebih dari 1Gbps, sebuah kecepatan sangat tinggi untuk wireless access.
Parameter Physical Layer (PHY) dalam WiMAX
Ada tiga variant WiMAX PHY yaitu : OFDM 256-carrier (wajib), single carrier (opsional) dan 2048 OFDMA (opsional). OFDM 256 dipilih untuk diimplementasikan, yaitu dengan 256 FFT point, guard interval (GI) sebesar = 1/4, 1/8, 1/16, 1/32 dan error koreksinya menggunakan convolutional coding (CC). Teknik modulasinya adalah adaptif (adaptif modulation) untuk BPSK, QPSK, 16QAM dan 64QAM dengan indikatornya dari level CINR (carrier to interference plus noise ratio). Jika lingkungan jelek atau jauh dari base station dipakai BPSK, sedangkan jika lingkungan baik dipakai 64QAM. Level bit-error-rate (BER) dijaga dengan menggunakan teknik ARQ (automatic repeat request).
Fase Pengembangan dan Implementasi
Untuk awal implementasi, sebut saja misal Fase I, mungkin WiMAX masih memerlukan antena di atas rumah. Namun pada Fase II, diharapkan antena dalam rumah (indoor) pun sudah mampu menerima sinyal dengan baik. Dan Fase III, diharapkan chip WiMAX bisa tertanam dalam semua laptop komputer dan telepon selluler.
Sebuah chip WiMAX pertama “Rosedale” PRO/Wireless 5116 (Intel, 2005) dikembangkan dari IEEE.802.16-2004 berisi OFDM 256-subcarrier. Menyusul kemudian Chip MB87M3400 (Fujitsu, 2005) juga dikabarkan telah dijual seharga 40 dollar, bisa digunakan menjadi base station dan subscriber station untuk komunikasi non-line-of-site (NLOS), menggunakan OFDM 256-subcarrier pula.
Masalah Alokasi Frekuensi
Sebuah organisasi non-profit yaitu “WiMAX Forum”, yang memiliki lebih 300 anggota yang terdiri industri dan organisasi, merekomendasikan tiga alokasi frekuensi yaitu; 2.5GHz, 3.5GHz, dan 5.8 GHz.
Sayangnya, alokasi frekuensi kerja ini seringkali bermasalah hampir di seluruh negara di dunia, tidak hanya di negara-negara berkembang. Sebagai contoh Jepang, di Jepang ternyata 2.5GHz sudah dipakai untuk komunikasi seluler, 3.5GHz dipakai untuk broadcasting dan 5.8GHz telah dipakai untuk sistem navigasi transportasi ITS (intelligent transportation system). Namun, dikabarkan Jepang akan menggunakan frekuensi 4.9GHz-5.0GHz pada akhir 2007 ini.
Jika kita teliti kembali, masalah alokasi frekuensi yang sesungguhnya adalah pada masalah power dan interferensi. Jika terpaksa, WiMAX bisa dialokasikan pada frekuensi yang tidak terdaftar (unlicensed band). Namun, jika WiMAX ini bekerja di frekuensi yang unlicensed, maka powernya harus dibatasi dan tidak boleh mengganggu (menimbulkan interferensi) terhadap teknologi lainnya pada frekuensi yang terdaftar. Itulah kendala utama yang dikhawatirkan berpengaruh dalam performansi dan mungkin juga bisnis.
Beberapa negara yang telah memutuskan alokasi frekuensi ini misalnya: Eropa pada 3.4 – 3.6GHz, Korea dengan WiBro-nya pada 2.3-2.4GHz, China 3.3-3.4 GHz, USA pada 2.5-2.7GHz dan 3.65-3.70GHz, Malaysia (tentative) 3.4-4.2GHZ.
Khusus untuk Indonesia, menurut kabar terakhir Wimax ini akan dialokasikan pada 2.3GHz dengan lebar pita 90MHz (dengan 6 blok, masing-masing 15MHz, 6×15MHz = 90MHz). Kita tentunya sangat berharap Indonesia bisa menerapkan teknologi ini dengan mulus, tanpa masalah-masalah lainnya selain hanya karena masalah teknis. Dan mari kita songsong kemajuan kota dan pedesaan Indonesia.
Sumber: Berita Iptek Topik: Elektronik Tags: Teknologi WiMAX
0 komentar:
Posting Komentar